Mata kuliah Kak Hairani Lubis, S. Psi. ^^
NAMA
: FAIZZATUNNISA AULIA
NIM
: 1302105166
KELAS
: PSIKOLOGI A SORE 2013
I.
KASUS
Deteksi Dini Gangguan
Penglihatan Bayi
Penglihatan dan bagaimana otak
menggunakan informasi visual adalah keterampilan yang dapat
dipelajari. Sejak lahir, bayi mulai menjelajahi keajaiban di dunia dengan mata
mereka. Bahkan sebelum mereka belajar untuk mencapai dan ambil dengan tangan
atau merangkak dan duduk, mata mereka memberikan informasi dan stimulasi
penting bagi perkembangan mereka.
Bayi belajar untuk melihat selama periode waktu, seperti
mereka belajar berjalan dan berbicara. Mereka tidak lahir dengan semua
kemampuan visual yang mereka butuhkan dalam hidup. Kemampuan untuk fokus mata
mereka, memindahkan gerakan mata yang akurat, dan menggunakannya harus
dipelajari bersama seiring dengan pertambahan usia. Anak juga perlu belajar
bagaimana menggunakan informasi visual mata kirim ke otak mereka untuk memahami
dunia di sekitar mereka dan berinteraksi dengan berbagai hal stimulasi yang ada
dalam lingkungannya
Gangguan penglihatan
ternyata ternyata tak hanya dialami orang dewasa saja, tapi ganguan ini dapat
dialami oleh kanak-kanak. Saat ini sudah banyak anak-anak yang mengalami
gangguan penglihatan dan kondisi ini tidak boleh diabaikan begitu saja agar
penanganan yang cepat bisa dapat dilakukan.
Kebanyakan anak
mendapatkan masalah pada salah satu mata mereka. Kendati begitu ada juga anak
yang mengalami gangguan pada kedua mata mereka. Gangguan penglihatan pada anak
dapat menghambat perkembangannya. Oleh karena itu, dibutuhkan menanganan yang
cepat dan tepat. Sebaiknya orang tua lebih memperhatikan kondisi anaknya dari
ujung rambut hingga ujung kuku. Karena anak usia dini eblum bisa mengerti
dengan gangguan yang kesehatan yang dialaminya.
II.
ANALISA TEORI
A. Perkembangan
Sensoris dan Persepsi
Semua informasi dating
kepada bayi melalui indra. Tanpa penglihatan, pendengaran, sentuhan, kecapan,
pencium, dan indra lain, otak bayi akan terkucil dari dunia; bayi akan hidup
didalam kebisuan yang gelap, tanpa rasa, tanpa warna, kehampaan kekal.
Sensasi
(sensation) terjadi ketika sekumpulan informasi “mengadakan kontak” dengan
penerima sensor-mata, telinga, lidah, hidung dan kulit.
Sensasi penglihatan terjadi ketika cahaya lampu mengadakan kontak dengan kedua
mata dan difokuskan di dalam retina.
Persepsi (perception) ialah interpretasi tentang apa yang diindrakan atau
dirasakan. Persepsi pada penglihatan yang ditransmisikan ke dalam retina
diinterpretasikan sebagai suatu warna, pola, atau bentuk khusus.
Pada indera manusia yang sensasional, sensasi
dimulai dengan reseptor indera, yang mengubah energy dari sebuah stimulus
menjadi impus listrik yang berjalan sepanjang sarad menuju otak.
Sensasi-sensasi yang terpisah ini dapat di jelaskan oleh kode-kode anatomis
(sebagaimana digambarkan dalam doktrin energy saraf spesifik) dank kode-kode fungsional dalam system saraf.
Indera penglihatan memegang peranan dominan dalam
proses pembentukan pengertian atau konsep, disamping indera laindan fungsi
intelektualnya. Akibat proses pembentukan pengertian atau konsep terhadap
rangsangan atau objek yang berada diluar dirinya tidak diperoleh secara utuh.
Ketidakutuhan tersebut disebabkan anak tidak memeliki kesan, persepsi
pengertian, ingatan dan pemahaman bersifatvisual terhadp objek yang diamati.
Mereka memperoleh kesan atau persepsi terutama berdasarkan pada pengamatan yang
dilakukan melalui indera pendengarannya, karena pengertian yang diperoleh
terutama juga terbatas pda pengrtian yang bersifat verbal. Pengertyian atau
konsep terbentuk melalui persepsi dan diperkaya ketika anak mulai berbahasa.
Karenanya pembentukan pengertian atau konsep akan sangat tergantung pada
pengalama-pengalaman sensorisnya. Bagi gangguan penglihatan, kehilangan salah
satu sumber utama input jelas membawa konsekuansi terhadap proses persepsinya.
B. Pengertian
Gangguan Penglihatan pada Bayi
Dalam lingkungan masyarakat awam
bergangguan penglihatan mungkin saja bisa diartikan sebagai satu gangguan pada
mata kita yang disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya karena ada suatu benda
renik yang masuk pada mata sehingga menyebabkan mata kita kelilipan akibatnya
mengganggu kelancaran dalam melihat. Atau bisa saja gangguan penglihatan
diartikan sebagai suatu keadaan dimana mata ini tidak bisa melihat lagi secara
awas yang disebabkan oleh faktor umur. Namun, ada beberapa anomaly penglihatan
untuk pertimbangan.
Jika kita berpikir bayi mempunya
masalah. Tiga di antarannya-rabun jauh, rabun dekat dan astifmatisme sudah
cukup dikenal. Lalu ada yang disebut dengan “mata malas” atau “mata yang
berputer-puter”. Istilah medis dari terminology ini adalah amblyopia. Satu mata
biasanya tidak dapat melihat dengan jelas mata yang lain dan balita secara
tidak sadar mulai menggunakan penglihatannya denga lebih keras lagi sehingga
“mata pemalas” lambat laun bergerak meliha.
Walaupun banyak bayi dengan mata
bersilang padasaat lahir, kondisi ini biasanya hilang pada saat tahun pertama.
Jika tidak hilang, timbulah masalah Strabismus. Bayi dengan rabun jauh lebih
rentan dengan kodisi ini.
Akibat dari gangguan penglihatan,
maka pengenalan atau pengertian terhadap dunia luar anak/bayi, tidak dapat
diperoleh secara utuh. Akibatnya perkembangan kognitif anak dengan gangguan
penglihatan cemderung trlambat dibandingkan dengan anak-anaknormal pada
umumnya. Hal ini disebabkan prkembangan kognitif tidak saja erat kaitannya
dengan kecerdasan atau kemampuan intelegensi, tetapi juga dengan kemampuan
indera penglihatannya.
Indera penglihatan ialah salah satu
indera penting salam menerima informasi yang dating dari luar dirinya.
Sekalipun cara kerjanya dibatasi oleh ruang, indera ini mampu mendeteksi objek
pada jarak jauh. Melalui indera pengihatan seorang mampu melakukan pengamatan
terhadap dunia sekitar, tidak saja pada bentuknya (pada objek berdemensi 2)
tetapi juga pengamatan dalam (pada objek berdemensi 3), warna, dan dinamikanya.
Melalui indera pula sebagian besar rangsangan atau informasi akan diterima
untuk melanjutkan diteruskan ke otak, sehingga timbul kesan atau persepsi dan
pengertian tertentu terhadap rangsangan tersebut. Melalui kegiatan-kegiatan
yang bertahap dan terus menerus seperti iniah yang pada akhirnya mampu
merangsang pertumbuhan dan perkembangan kognitif seseorang sehingga mampu
berkembang secara optimal
Gangguan penglihatan pada bayi dapat
termasud dalam penentuan criteria diagnose autism pada DSM-III-R (Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder, edisi revisi ketiga) dan ICD-10 (
Internasional Classification of Disease, revisi kesepuluh) merupakan sumbangan
dari survey epidemiologis yang melakukan oleh Lorna Wing dan Judith Gould di
daerah Camberwell, London pada tahun 1970 (Happe, 1994) tujuan survey ini
adalah untuk menemukan cirri-ciri autism yang selalu hadir secara bersamaan dan
bukan hanya merupakan kebetulan. Hasilnya, Wing memperkenalkan istilah
“spectrum autistic” dengan triad impairments, yaitu sosialisasi, komunikasi,
dan imajinasi (Frith, 2003; Sacks, 1995). Wing juga menekankan pada adanya
kontinum autism yang berkisar antara mereka yang berfungsi tinggi sampai dengan
yang terbelakang.
Secara singkatnya gangguan
penglihatan pada bayi termasuk dalam diagnostic gangguan kulitatif dalam
interkasi social timbal balik dengan adanya dalam bertingkah laku non verbal
seperti kontak mata.
C. Klarifikasi
dan jenis-jenis Gangguan Penglihatan
1. Berdasarkan Waktu Terjadinya Gangguan
Penglihatan
a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni
mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
b. Tunanetra setelah lahir atau pada
usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi
belum kuat dan mudah terlupakan
c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa
remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang
mendalam terhadap proses perkembangan pribadi
d. Tunanetra pada usia dewasa; pada
umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan
penyesuaian diri.
e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar
sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan
a. Tunanetra ringan (defective vision/low
vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi
mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan
pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
b. Tunanetra setengah berat (partially sighted);
yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan
menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca
tulisan yang bercetak tebal.
c. Tunanetra berat (totally blind);
yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
3. Berdasarkan pemeriksaan klinis
a. Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan
kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.
b. Tunanetra yang masih memiliki ketajaman
penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui
perbaikan
4. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata
a. Myopia; adalah penglihatan jarak dekat,
bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi
jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita
Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.
b. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh,
bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi
jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita
Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
c. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau
penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau
pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak
dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa
silindris.
D. Karakteristik Gangguan Penglihatan
Ada beberapa karaktersitk bayi dengan gangguan penglihatan, antara lain :
·
Mata
yang bersilang atau tidak bergerak bersamaan, salah satu bola mata berbeda
ukuran
·
Sering
mengeluh sakit kepala atau muak setelah melakukan aktivitas yang meminta
penglihatan “jarak dekat”
·
Sering
mengerjabkan maa (disebabkan oleh cahaya terang) ketika melihat sesuatu
·
Memiringkan
kepala ketika melihat sesuatu
·
Secara
berlebihan membelalakan mata, maa berair, merah atau tahi mata yang berlibihan
·
Sering
terjadi infeksi dimana ktoran yang berlebihan dari mata kekuningan atau kuning
kehijauan
·
Berulang
kali menutup salah satu mata atau menggunakan salah satu tangan menutupi salah
satu mata ketika mlihat sesuatu.
Gangguan penglihatan
III.
DAFTAR PUSTAKA
Rutledge, Rebecca Ph.D. (2010). Panduan Pengasuhan Balita (Toddler). Jakarta
: PT. Indeks
Santrock, John W. (2002). Life-span Development: Perkembangan Masa
Hidup Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Somantri, Sutjihati M.si., psi. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : PT.
Refika Aditama
Carole Wade & Carol Tavris. (2007). Psikologi Jilid1. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Ginanjar, Adriana Soekandar. (2007). “Memahami Spektrum Autistik Secara Holistik”
Sosial Humaniora 11:87-99